Thursday, January 5, 2017

Itinerary Yogyakarta hari pertama

Bagiku Yogyakarta adalah destinasi yang tidak ada matinya. Yogyakarta punya alam yang sangat indah, entah itu gunung maupun pantai, air terjun, sawah maupun sungai. Kebudayaan dan perilaku masyarakatnya pun menyenangkan, sopan, ramah dan juga baik.hal seni pun mereka punya banyak kreasi. Dan buat yang suka kuliner, aku rasa Yogya asik-asik aja untuk dieksplorasi.

Aku mengakhiri tahun 2016 di kota ini, 4 hari 3 malam.
Rencananya sih berangkat pk. 3 malam dan sampai Kebumen pk. 10 pagi, apa daya ketiduran. Alarm memilih untuk tertidur daripada membangunkan kami. Jadilah jadwal hari itu harus menyesuaikan.

Itinerary 1
5.30 - 13.00   Perjalanan Bandung - Kebumen
                      Makan siang di Pringsewu Sumpyuh.
13.30 - 15.00 Benteng Van der Wijck - Kebumen
15.00 - 17.50 Pantai Parangkusumo untuk melihat sunset.
18.30             Sate Klathak Pak Pong
19.30             Nasi goreng Beringharjo (non halal)
21.00             Cek in Hotel di Wates.

Ini adalah kali kedua kami berangkat ke Yogya menggunakan mobil. Butuh waktu kurang lebih 10 jam. Kali ini kami menyiasatinya dengan menyelipkan 1 destinasi Kebumen dan ternyata hasilnya lebih menyenangkan. Less boring. Waktu tempuh sama tapi tidak terlalu terasa lama.

Dari rumah aku sudah membawakan bekal nasi untuk sarapan dan brunch di jalan. Sebenarnya berhenti sejenak di Rumah Makan hanya untuk minum teh dan tahu mendoan saja sekalian mengunjungi toilet yang dijamin bersih menurut spanduk Pringsewu. Sepanjang puluhan kilometer kami terus dijejali iklan spanduk Pringsewu, semacam cuci otak.

Rumah makan ini unik sih, berbeda dengan rumah makan lain. Dari parkir dan tempatnya yang luas, rumah makan ini dibuat untuk menampung rombongan. Mereka menyediakan berbagai atraksi dan kegiatan, yang membuat kami geli. Ada sulap, terapi ikan, kursi pijat, photobooth dan juga box kaca untuk trick eye. Seorang petugas mendekati meja makan satu persatu dan menanyakan apakah ada yang ulang tahun di bulan ini. Ternyata ada. Diputarlah lagu Selamat Ulang Tahun lengkap dengan MC dan microphonenya. HAHA. Dinyanyikan dan dirayakan. Yah buat lucu-lucuan lah ya.







 Dari Pringsewu kami lanjut ke Benteng Van der Wijck di Kebumen, tepatnya di Gombong. Benteng ini adalah benteng pertahanan Hindia-Belanda yang dibangun sekitar abad ke 19. Nama Van Der Wijck diambil dari nama komandan pada saat itu berhasil membungkam perlawanan rakyat Aceh. Pada awal didirikan, benteng ini diberi nama Fort Cochius (Benteng Cochius) dari nama salah seorang Jenderal Belanda Frans David Cochius (1787-1876).

Kompleks bangunan di sekitar Benteng Van der Wicjk adalah barak militer yang awalnya digunakan untuk meredam kekuatan pasukan Pangeran Diponegoro.  Benteng ini didirikan atas prakarsa Jenderal Van den Bosch. Pada jaman penjajahan Jepang, kompleks benteng ini menjadi tempat pelatihan prajurit PETA.

Sekarang Benteng ini dijadikan objek wisata di kota Gombong. Tiket per orang 25k sudah termasuk naik kereta mengitari benteng dan juga naik kereta mini di atas benteng. Aneh bukan? Naik kereta mini di atap benteng. Pemandangan biasa saja tapi kapan lagi bisa mengitari atap dengan kereta? Pilihan lain, berenang. Kolamnya cukup bersih kelihatannya. Pengunjung juga bisa melihat-lihat ruangan-ruangan dalam benteng. Ruangan-ruangan itu dulunya berfungsi sebagai barak militer, pos jaga, dan kantor. Ada pula ruangan yang khusus berisi foto-foto benteng jaman dulu, sebelum dipugar, dan sesudah dipugar. 

Kalau aku sih, foto-foto. Lumayan photogenic tempatnya. 











Kebumen menuju Yogya membutuhkan waktu 2.5 jam, sama jaraknya jika kita langsung menuju Pantai Parangkusumo dan Parangtritis. Sebelum berangkat aku sudah memeriksa jam sunset di Yogya kira-kira pk. 17.58. Waktu yang cukup mepet tapi masih bisa mengejar sunset daripada langsung check in ke hotel. Karena itu kami memutuskan skip hotel dan kejar sunset dengan kecepatan seribu bayangan. Yatta!! 


dan kami disambut pelangi!
Jalan melalui Daendels menyusuri pantai dan lurus. Awalnya berlubang-lubang tapi masih okelah. Aku mendapat giliran menyetir dan tak mau kehilangan moment sunset. Nampaknya para penumpang mobil gagal tidur dengan tenang. Katanya mau tidur, aku setirin malah gak bisa tidur. Well, aku minta maaf beberapa kali karena mobil gedubrakan masuk ke jalan berlubang, bahkan sempat ngepot-ngepot karena hampir menabrak kijang yang hendak memotong jalan. Ah sudahlah. HAHA.
Pantai Parangkusumo melewati Gumuk Pasir Parangtritis, ah kurang menarik. tapi mungkin suatu hari nanti aku akan ke sana untuk coba memotret. Dulu Papa pernah memotret gumuk pasir Parangtritis terkesan seperti gurun pasir, mengesankan sekali. Entah mengapa objek wisata itu terlihat tidak cukup cantik untuk difoto saat itu. 

Inilah kecantikan matahari terbenam di Pantai Parangkusumo. Terimakasih Tuhan untuk sambutan kedatangan kami di Yogya! Pelangi cantik sebelum beranjak pergi meninggalkan ciptaanNya yang indah.

Aku kira kami bisa makan malam di Parangtritis, seafood di pinggir pantai. Yang aku baca, Parangtritis cukup ramai dikunjungi anak-anak nongkrong di akhir pekan. Aku membayangkan seperti Ancol di Jakarta.  Ternyata tidak, saudara-saudara. Gelap, ada satu jajar kaki lima. Sepertinya not recommended. Kalau ada cerita pembaca mengenai keistimewaan Parangtritis dan Gumuk Pasir, monggo dibagikan di kolom komentar lho ya. 



Pantai Parangkusumo Kulonprogo


Kincir angin

Akhirnya kami memutuskan meluncur ke Yogya sambil mampir di Sate Klathak Pak Pong di Jl. Imogiri Timur KM. 10, Bantul. No. Telp 0813-2827-3551


Sebenarnya ada dua pilihan Sate Klathak, dua-duanya berdekatan. Pak Pong yang terkenal atau Sate Klathak Pak Bari, tempat shootingnya AADC. Dan ternyata keduanya penuh. Parkir cukup sulit dan yang mengenaskan adalah antrinya 1.5 jam, dua-duanya! Hanya untuk sate kambing muda yang ditusuk di jeruji besi. Oh no. 



Sate Klathak Pak Bari AADC

Tanpa berpikir panjang kami memutuskan untuk mencari tempat makan di daerah kota saja. Perjalanan kami tidak perlu diperpanjang dengan menunggu hadirnya sate kambing muda yang konon empuk dan enak. Tak apalah kalau belum jodoh. Masih ada pilihan lain yang memang sudah ada dalam list kuliner kami: Nasi Goreng Beringharjo. Oke cus!


Nasi Goreng Babi

BK alias Babi Kecap

Nasi Goreng Beringharjo terletak di Jalan Mayor Suryotomo No. 7. Tidak jauh dari daerah Malioboro dan sekitarnya. Harganya terjangkau, porsinya banyak. Kita bisa memilih ayam atau babi, ada juga menu Babi Kecap. 3 porsi nasi goreng, 1 BK, 1 nasi putih dan 3 jeruk dihargai 59ribu. Terbayar sudah kelelahan mencari makan malam saat itu. Oh ya, pk. 21 sudah habis lho nasi gorengnya. Jangan terlalu malam kalau mau coba ke sana. 

Hari pertama kami sudah diselesaikan dengan sukses. Kami check in dan langsung beristirahat karena hari kedua Phuntuk Setumbu sudah menunggu. Pk. 4 pagi kami sudah harus bergegas lagi.

Related Posts:



No comments:

Post a Comment